Contoh Tulisan Berjalan

Friends

Friends

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 27 Mei 2013

Makalah Akhlak Tasawuf


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Kecenderungan kehidupan yang berlatar belakang falsafah kapitalisme bukan saja menjadikan gaya kehidupan manusia ke arah materialistic-hedonistic tetapi juga menimbulkan rasa terancam dan kekacauan dalam masyarakat. Kehidupan manusia di penuhi kezaliman, kesedihan dan keruntuhan akhlak, seolah-olah tiada lagi harapan dan cinta dalam kehidupan seharian. Berdasarkan hal ini, modernisme dilihat gagal memberikan kehidupan yang lebih bermakna dalam kehidupan manusia, sehingga keadaan ini telah menimbulkan berbagai persoalan dalam masyarakat.
Dalam perjalanan sejarah spiritualisme Muslim, terlihat bahwa transendensi atau tasawuf merupakan jalan ketuhanan spiritual para sufi. Ini karena jalan itu dirasakan amat releven dengan kehidupan. Dalam suasana transendensi, seorang sufi mengalami suasana realita yang baru yaitu suatu kehidupan yang bebas dari hidup yang dipenuhi dengan kezaliman, ketamakan, sifat dan rakus. Dengan menempuhi dunia spiritual ini, seseorang itu merasakan hidup di alam kecintaan dan alam kemenangan. Bagi kelompok ini, realita spiritual yang ditempuh bukanlah sesuatu yang ilusi, tetapi benar-benar suatu realita yang hanya dapat dinikmati sebagai sesuatu pengalaman keagamaan.
Pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang pada akhirnya melembaga menjadi tarekat sebagian besar selalu mempraktekkan sikap uzlah yang bertujuan melakukan pembersihan jiwa dengan cara menjauhi kehidupan dunia. Hal ini secara tidak langsung dapat menyebabkan umat Islam menjadi apatis terhadap kehidupan dunia, lupa akan tugas sebagai khalifah di bumi dan menghindar dari tanggung jawabnya sebagai insan sosial. Maka terjadilah ketimpangan di sini, di mana akhirnya jalan spiritual yang dipilih membuatnya menjauhi hal-hal yang bersifat keduniaan dan cenderung lebih mementingkan urusan akhirat, sehingga yang ia dapatkan adalah kesalehan individual dan bukan kesalehan sosial.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Neo sufisme berserta ciri-cirinya?
2.      Siapa saja tokoh-tokoh dalam perkembangan Tasawuf di Indonesia?

C.  Tujuan Masalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuannya adalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Neo sufisme berserta ciri-cirinya.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui tokoh-tokoh perkembangan tasawuf di Indonesia.

D.  Metode Penulisan
Metode Kepustakaan
Suatu metode yang sistematis dimana penyusun mencari berbagai sumber yang dapat di jadikan bahan yan bersifat mutlak dan bersifat real atau nyata.















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian
Menurut Fazlur Rahman, neosufisme adalah “reformed sufism” yang maknanya adalah sufisme yang telah diperbaharui. Sekiranya pada era kecemerlangan sufisme terdahulu aspek yang paling dominan adalah sifat ekstatik-metafisis atau mistis-filosofis, maka dalam sufisme baru ini ianya digantikan dengan prinsip-prinsip Islam ortodoks. Neosufisme mengalihkan pusat pengamatan kepada pembinaan semula sosio-moral masyarakat Muslim, sedangkan sufisme terdahulu didapati lebih bersifat individu dan hampir tidak melibatkan diri dalam hal-hal kemasyarakatan. Oleh karena itu, karakter keseluruhan neo-sufisme adalah “puritanis dan aktivis”. Tokoh-tokoh atau kumpulan yang paling berperanan dalam reformasi sufisme ini juga merupakan paling bertanggung jawab dalam kristalisasi kebangkitan neo-sufisme. Menurut Fazlur Rahman, kumpulan tersebut adalah kumpulan Ahl Hadis. Mereka ini coba untuk menyesuaikan sebanyak mungkin warisan kaum sufi yang dapat diharmonikan dengan Islam ortodoks terutamanya motif moral sufisme melalui teknik zikir, muraqabah atau mendekatkan diri kepada Allah swt.
Berdasarkan hal tersebut, didapati bahwa tujuan neosufisme cenderung kepada penekanan yang lebih intensif terhadap memperkukuh iman sesuai dengan prinsip-prinsip akidah Islam dan penilaian terhadap kehidupan duniawi sama kehidupan ukhrawi. Akibat dari sikap keberagamaan ini menyebabkan wujudnya penyatuan nilai antara kehidupan duniawi dengan nilai kehidupan ukhrawi atau kehidupan yang “terresterial” dengan kehidupan yang kosmologis.
Dalam hal ini, al-Qushashi menyatakan bahawa sufi yang sebenarnya bukanlah yang mengasingkan dirinya dari masyarakat, tetapi sufi yang tetap aktif di tengah kehidupan masyarakat dan melakukan al-’amr bi al-ma’ruf wa nahy `an al- munkar (ishlah) demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Manakala Sa‘id Ramadan al-Buti pula mengutarakan konsep Ruhaniyyah al-Ijtima`iyyah atau spiritualisme sosial. Beliau merupakan penggerak kepada konsep neosufisme ini yang bermarkas di Geneva. Dalam hal ini al-Buti mengecam sikap dan cara hidup seperti yang digambarkan sufi terdahulu yang sangat mementingkan ukhrawi, sehingga tersisih daripada kehidupan masyarakat yang menurutnya itu adalah egois dan pengecut, hanya mementingkan diri sendiri. Sikap hidup yang benar adalah “tawazun” yaitu keseimbangan dalam diri sendiri termasuk dalam kehidupan spiritualnya serta kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Adapun cirri-ciri Neo-Sufisme menurut Fazlurrahman memiliki yang membedakan dengan tasawuf popler:
1.      Neo sufisme, memberikan penghargaan positif pada dunia untuk itu seorang sufi, menurut paham ini tidak harus miskin, bahkan boleh kaya. Kesalehan, menurut paham ini bukan menolak dengan harta dan kekayaan, tetapi mempergunakannya sesuai dengan petunjuk Allah dan sunah Rasul.
2.      Neo Sufisme menekankan kesucian moral dan akhlak ul karimah sebagai upaya memperkuat iman dan taqwa. Peningkatan moral disini individu yang sosial, melainkan juga moral masyarakat.
3.      Neo Sufisme terdapat aktifitas dan dinamika baik dalam berpikir maupun dalam bertindak. Dalam bidang intlektual, penganut Neosufisme bersifat sangat terbuka dan inklusifistik. Mereka dapat menerima semua khasanah intlektual islam sejauh dapat dipertemukan dengan Alquran dan Al-Sunnah. Sementara dalam kemasyarakatan, mereka terlibat secara aktif dalam rekayasa  sosial-moral masyarakat dengan melakukan amar makruf dan nahi munkar.[1]
Berdasarkan beberapa pandangan dan komentar di atas jelas menunjukkan bahawa neosufisme berupaya untuk kembali kepada nilai-nilai Islam yang utuh (kaffah) yaitu kehidupan yang seimbang (tawazun) dalam segala aspek kehidupan dan dalam segala segi ekspresi kemanusiaan. Dengan alasan ini pula dapat dikatakan bahwa yang disebut neosufisme itu tidak kesemuanya adalah “barang baru”, namun lebih tepat dikatakan sebagai sufisme yang dipraktikkan dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat sesuai dengan kedudukan masa kini.
Dengan menukilkan sedikit rumusan Nurcholish Madjid yang mengatakan bahawa neosufisme adalah sebuah esoterisme atau penghayatan keagamaan batini yang menghendaki hidup secara aktif dan terlibat dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Neosufisme mendorong dibukanya peluang bagi penghayatan makna keagamaan dan pengamalannya yang lebih utuh dan tidak terbatas pada salah satu aspeknya saja tetapi yang lebih penting adalah keseimbangan (tawazun).[2]
Berdasarkan paparan di atas, maka tampilan empiris seorang neosufis menuju kedekatan kepada Allah swt. dapat dilakukan di tengah-tengah kesibukan dunia modern. Ia adalah seorang muknim namun sekaligus sebagai sebagai seorang wiraswasta, bankir, birokrat, teknokrat dan sebagainya. Atas dasar persepsi bahwa zahid tidak berbeda dengan sufi, maka ia dapat terus melakukan riyadhah dalam kesibukannya sebagai seorang modern. Kelebihan dari sosok praktik ini adalah bahwa dirinya akan tetap memiliki kedamaian dan ketenangan bersama Allah swt., karena qalbunya tidak terikat oleh dunia. Dengan kata lain, sufi jenis ini bisa jadi adalah adalah milyader, namun kenyataan itu tidak menjerat hatinya untuk mencari kedekatan kepada Allah swt. yang merupakan tujuan sebenarnya.
Di Indonesia sendiri kalau kita perhatikan perkembangan neosufisme cukup luar biasa, mulai dari Hamka yang menggagas tasauf modern sampai era 80an muncul satu fenomena di sekitar kampus yang namanya dakwah kampus, gerakan akhlak yang dimulai dengan pengajian, zikir harian, tilawah qur-an, dengan tidak meninggalkan aktifitas sehari-hari.[3]
Dalam perkembangannya kemudian bentuk neosufisme ini melembaga yang diprakarsai oleh Arifin ilham dengan majelis zikir “Az-Zikra”, kemudian diikuti oleh yang lain dengan berbagai macam nama sampai sekarang yang sangat terkenal di masyarakat adalah “Majelis Rasulullah” yang pada hakekatnya adalah gerakan neosufisme.
B.     Tokoh-tokoh Perkembangan Tasawuf di Indonesia
Dalam melihat perkembangan tasawuf di Indonesia, yunasril Ali membaginya tiga periode,[4] yaitu:
Pertama, periode masa pertumbuhan dengan tokoh-tokoh seperti Hamzah Al-Fanshuri,  Syamsuddin As-Sumathrani, Abdur Rauf al-Fanshuri (Al-Sinkily), Naruddin Ar-Raniry, Syekh Burhanuddin Ulakan dan Syekh Yusuf Tajul Khalwat atau Yusuf Al-Maqassari.
Kedua, adalah masa perkembangan dengan tokoh-tokoh seperti Syekh Abdush Shamad Al-Falimbani, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari dan Syekh Daud Al-Fathani.
Ketiga, adalah masa permunian tasawuf dengan tokoh-tokoh seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Abdul Karim Amrullah, Syekh Abdur Rauf Al-karnusyi dan Hamka.





BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Neosufisme merupakan jalan alternatif yang ditawarkan bagi siapa yang ingin menempuh jalan menuju Allah swt. Meskipun “neosufisme” tetap mengandung kontroversi yang panjang hingga kini. Neosufisme bukan barang baru, ia merupakan upaya menghidupkan tradisi sufi model “salafi”, yaitu melakukan praktik sufi di tengah kesibukan duniawi yang sudah dipraktikkan Nabi saw. dan para sahabatnya. Dengan demikian, hemat penulis bukan tidak mungkin bahwa istilah neosufisme juga akan berganti dengan istilah yang lain, yang intinya adalah menghidupkan nilai-nilai tasawuf dalam kehidupan modern atau menjadi manusia modern yang mempraktikkan nilai-nilai tasawuf. Sebab, bukankah dulu Hamka telah menggagas ‘Tasawuf Modern” dan era kini Haidar Bagir menamai dengan “Tasawuf Positif”. Penulis membuat satu hipotesa bahwa neosufisme ini akan terus berkembang dan diminati oleh masyarakat, karena kecendrungan manusia selalu mencari ketenangan batin dan jiwanya dengan tidak harus meninggalkan aktifitas harian mereka. Wallahu a’lam.
B.  Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak  yang ikut adil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Sebagai penutup, semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak lebih-lebih ibu dosen pengampuh yang telah memberi semangat pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.


DAFTAR PUSTAKA


Hadi, Mukhtar, M.Si. Memahami Ilmu Tasawuf. Yoyakarta: Aura Media, 2009.
Drs. K. Permadi, S. Pengantar Ilmu Tasawwauf. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Amin, Syukur. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Martin dan Julia. Urban Sufism. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Rahman, Fazlur. Islam, terj. Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka, 1984.



[1] A. Ilyas Ismail, M.A. “Neo Sufisme”, Rupbrik ‘Hikmah’ Harian Replubika, 13 mei 1997.
[2] Madjid, Nurcholis. Sufisme dan Masa Depan Agama. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
[3] Hamka. Tasawuf Modern. Jakarta: Panji Mas, 2007.
[4] Yunasril Ali, pengantar ilmu tasawwuf, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta,1987, hal. 95.

Makalah Tafsir Ayat Ekonomi Distribusi

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Distribusi pedapatan merupakan masalah yang sangat rumit, singga saat ini masih sering dijadikan bahn perdebatan antara ahli ekonomi. System ekonomi kapitalis memandang seseorng individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta harus dihapuskan dan wewenang dialihkan kepada Negara sehingga pemerataan dapat diwujudkan.
Kedua system ekonomi tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah penditribusian dalam masyarakat. Untuk itu islam menjelaskan pada surat Al-Hasyr: 22, Adz-Dzariyat: 19, Ath-Thalaq: 7, Al-Ma’arij: 24-25, At-Taubah: 103. Yang akan dibahas oleh kelompok kami.
B.  Rumusan Masalah
1.      Jelaskan pengertian Distribusi dalam Islam?
2.      Bagaimana penafsiran dan kandungan ayat-ayat yang terkandung dalam Distribusi?
C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Distribusi dalam Islam.
2.      Untuk mengetahui Tafsir dan kandungan ayat yang terkait dalam Distribusi.
D.  Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis untuk menyusun makalah ini adalah study pustaka yaitu usaha untuk menghimpun informasi-informasi yang relavan dari buku-buku dan sumber-sumber baik tercetak ataupun elektronik lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Distribusi dalam Islam
Pengertian distribusi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dsb.[1] Sedangkan distrbusi menurut para ahli ekonomi antara lain:
1.      Menurut Winardi (1989:299)  Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli.
2.      Menurut Warren J. Keegan (2003) Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri.
3.      Menurut Assauri (1990: 3) Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
4.      Menurut Kotler (1991 : 279) Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak pemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen.
5.      Sedangkan Philip Kotler (1997:140) Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi.[2]
Dari pangertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi merupakan proses penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia, baik primer maupun sekunder.
System ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-qur’an agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7).
Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan (Ismail Yusanto). Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara Islam.






B.  Surat Yang Berkaitan dengan Distribusi
a.       Q.S. Al-Hasyr : 22
uqèd ª!$# Ï%©!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ÞOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»yg¤±9$#ur ( uqèd ß`»oH÷q§9$# ÞOŠÏm§9$# ÇËËÈ  
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hasyr : 22)

b.      Q.S. Adz-Dzariyaat : 19
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ  
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Q.S. Adz-Dzariyaat : 19)

c.       Q.S. At-Thalaq : 7
÷,ÏÿYãÏ9 rèŒ 7pyèy `ÏiB ¾ÏmÏFyèy ( `tBur uÏè% Ïmøn=tã ¼çmè%øÍ ÷,ÏÿYãù=sù !$£JÏB çm9s?#uä ª!$# 4 Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) !$tB $yg8s?#uä 4 ã@yèôfuŠy ª!$# y÷èt/ 9Žô£ãã #ZŽô£ç ÇÐÈ  
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Q.S. At-Thalaaq : 7)
d.      Q.S. Al-Ma’arij : 24-25
šúïÉ©9$#ur þÎû öNÏlÎ;ºuqøBr& A,ym ×Pqè=÷è¨B ÇËÍÈ   È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãósyJø9$#ur ÇËÎÈ  
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Q.S. Al-Ma’arij : 24-25)
e.       Q.S. At – Taubah : 103
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. At-Taubah : 103)
C.  Sebab Turunnya Ayat
a.    QS. Al-Hasyr: 22
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa surah ini turun pada waktu perang bani nadlir. (Diriwayatkan oleh AL-Bukhari yang bersumber dari ibn ‘Ab-bas)
b.    QS. Adz-Dzaariyaat : 19
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rosulullah SAW mengirim pasukan bersenjata. Mereka mendapat kemenangan dan ghanimah. Setelah selesai peperangan datanglah orang-orang miskin meminta bagian maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa pada harta ghanimah terdapat bagian kaum fakir miskin. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim, yang bersumpah dari al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyyah).[3]
c.    QS. At-Taubah : 103
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abu Lubabah bersama kedua temannya, setelah dilepaskan dari tiang-tiang, datang menghadap Rasulullah saw. Dengan membawa harta bendanya, seraya berkata :”ya Rasulullah! Ini adalah harta benda kami, sedekahkanlah atas nama kami, dan mintalah ampunan bagi kami.” Rasulullah saw menjawab, “ aku tidak diperintah untuk menerima harta sedikit pun.” Maka turunlah QS. At-Taubah : 103, yang memerintahkan untuk menerima sedekah mereka dan mendoakan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘ali bin abi thalhar yang bersumber dari ibnu ‘abbas. Diriwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (QS. At-Taubah ; 103) turun berkenaan dengan tujuh orang (yang meninggalkan diri, tidak mengikuti Rasulullah SAW ke perang Tabuk). Empat orang diantaranya mengikat dirinya masing-masing di tiang-taiang, yaitu: Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khudzam, dan Tsa’labah bin wadi’ah. (HR. Abdillah dari Qatadah)[4]
D.  Tafsir Mufradat dan Kandungan Ayat
a.       Surat Al-Hasyr ayat 22
Ayat ini menjelaskan bahwa Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, dan setiap orang yang menyembah selain Dia seperti tumbuh-tumbuhan, batu, berhala, atau raja adalah batal. Allah Maha mengetahui segala sesuatu yang tampak di jagat raya baik yang tampak maupun tidak tampak, serta tidak ada satu yang di langit dan di bumi ini yang lepas dari pengetahuan Tuhan. Allah memiliki Rahmat yang amat luas yang menjangkau seluruh Ciptaan-Nya. Allah Maha Pengasih di dunia dan akhirat serta pada keduanya.[5]
Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia” yakni Dia yang menurunkan Al-Quran dan yang disebut-sebut pada ayaty-ayat yang lalu Dia, Allah Yang tiada Tuhan yang berhak disembah, serta tiada Pencipta dan Pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha Mengetahui yang ghaib baik yang nisbiy/relatif maupun yang mutlak dan yang nyata, Dia-lah saja ar-Rahman Pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk seluruh makhlukdalam pentas kehidupandunia ini lagi ar-Rahim pencurah rahmat yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.[6]
Kata (Huwa) yang mendahului ar-Rahman ar-Rahim berfungsi mengkhususkan kedua sifat itu dalam pengertiannya yang sempurna hanya untuk Allah SWT. Kata (Huwa) sepintas tidak diperlukan lagi karena telah menunjuk kepada Allah. Tetapi ini agaknya untuk menggambarkan semua sifat-sifat-Nya.sebelum menyebut sifat-sifat tertentu, karena kata Allah menunjukkan kepada Dzat yang wajib wujud-Nya itu dengan sifat-Nya, baik sifat Dzat maupun sifat fi’il.[7]
"Dia adalah Maha Murah, Maha Penyayang." (ujung ayat 22). 
Ar-Rahmaan kita artikan Pemurah.. Ar-Rahiim kita artikan Penyayang. Hasil jipratan dari sifat Rahman dan sifat Rahim itu ialah Rahmat. Rahmat itu pun diartikan juga kasih-sayang! Kasih-sayang Allah itu nampak di mana saja, apabila saja! 
Kemurahan dan kasih-sayang Ilahi itulah yang kita lihat di mana-mana dan Kasih-sayang serta kemurahan Tuhan itulah yang menyebabkan hidup kita sesuai dalam bumi ini. Kita diberi kemudahan dan penyelenggaraan. Segala sesuatu di atas bumi ini dapat kita memanfaatkan. Bahkan pertalian di antara satu bintang dengan bintang yang lain, pertalian antara bumi dengan bulan, mata­hari dengan bintang-bintang satelitnya, semuanya berjalan dalam lindungan kasih-sayang dan kemurahan Tuhan.



b.      Surat Adz-Dzariyat ayat 19
Banyak sekali pendapat ulama mengenai makna (المحروم) tetapi sebagian diantaranya merupakan cotoh-contoh dari orang-orang yang wajar dinamai mahrum. Konon asy-sya’bi salah seorang yang hidup pada masa sahabat Nabi saw, pernah berkata: “Telah berlalu usiaku sebanyak tujuh puluh tahun sejak aku dewasa, aku belum memahami apa yang dimaksud dengan al-mahrum”[8]
Tapi ada salah satu sumber yang menyatakan bahwa kosakata dari ayat tersebut adalah (المحروم) maknanya berkisar pada arti al-man’atau tercegah, terhalangi dan lain sebagainya. Sebagian ahli tafsir mengartikannya sebagai orang yang menjaga diri dari meminta-minta, padahal dirinya dalam kekurangn. Sebagian lagi mengartikannya dengan orang yang terkena malapetaka terhadap tanamannya atau hewanya.
Ayat ini menerangkan bahwa disamping mereka melaksanakan sholat wajib dan sunnah, mereka juga selalu megeluarkan infaq fi sabilillah deangan cara mengeluarkan zakat atau sumbangan derma atau songkongan sukarela karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian karena merasa malu untuk meminta.
Selain itu juga diperkuat dengan Allah berfirman bahwa, “dan harta-harta mereka ada hak” yaitu bagian yang dipisahkan dan dikhususkan untuk orang yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian. Adapun orang yang meminta-minta itu, maka sudah diketahui, yaitu orang yang memulai upayanya dengan jalan meminta-minta dan orang yang seperti itu ada haknya. Adapun yang dimaksud dengan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian, maka Ibnu Abbas r.a dan yang lainnya mengatakan, “dia adalah orang yang bernasib buruk yang tidak mendapatkan bagian dalam islam, yaitu tidak mendapatkan dari baitul mal, dia tidak mempunyai usaha dan keahlian yang dapat dijadikan pegangan untuk kehidupan sehari-hari”.[9]
Kaitan Ayat Dengan Tema
            Bahwa kita diciptakan harus bisa saling mengerti, dalam artian meskipun kita sudah mempunyai harta yang banyak karena bisa bekerja dan bisa menghasilkan suatu karya, maka jangan lupa dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Terutama orang-orang yang membutuhkan. Karena setiap harta yang kita miliki pasti ada harta mereka. Dan kita harus bisa mendistribusikan dengan baikmelalui zakat, infaq dll.
c.       Surat At- Thalaq ayat 7
Ayat di atas menjelaskan prinsip umum yang mencakup penyusunan dan sebagainya sekaligus menengahi kedua pihak dengn menyatakan bahwa :Hendaklah yang lapang yakni mampu dan memiliki banyak rezeki memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari yakni sebatas kadar kemampuannya dan dengan demikian hendaknya ia memberi sehingga anak dan istrinya itu memiliki pula kelapangan dan keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya yakni terbatas penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Jangan sampai dia memaksakan diri untuk nafkah itu dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai apa yang Allah berikan kepadanya. Karena itu janganlah wahai istri menuntut terlalu banyak dan pertimbangkanlah keadaan suami dan bekas suami kamu. Di sisi lain hendaklah semua pihak selalu optimis dan mengharap kiranya Allah memberinya kelapangan karena Allah karena akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
Sa yaj’alu Allah ba’da ‘usrin yusran “Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan ada ulama yang memahaminya sebagai janji yang pasti terlaksana. Al-Biqa’i mengomentari penggalan ayat ini bahwa: “Karena itu tidak ada seseorang yang terus-menerus sepanjang usianya dalam seluruh keadaannya hidup dalam kesempitan.” Ada lagi yang menyatakan bahwa ayat ini ditunjukan kepada kaum muslimin pada masa Nabi SAW. Di mana kelapangan rezeki telah mereka dapatkan dengan kemenangan-kemenangan yang ereka raih dalam peperangan dan yang menghasilkan harta rampasan serta lahan pertanian.
Menurut Thabathaba’i penggalan ayat itu berarti: “Allah akan mempermudah baginya kesulitan yang dihadapinya atau mempermudah baginya persoalan dunia dan akhirat, kalau bukan berupa kelapangan di dunia maka ganti yang baik di akhirat kelak.”[10]
d.      Surat Al-Ma’arij ayat 24-25
Disamping mengerjakan salat untuk mengingat dan menghambakan diri kepada Allah, manusia memperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah dianugrahkan Allah kepadanya; apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak orang miskin yang meminta-minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu apa pun. Jika ada hak mereka, segera mengeluarkan hak itu. Karena dia percaya bahwa selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum lagi suci, Allah SWT. Berfirman: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa: dan orang-orang dalam harta mereka ada hak yakni bagian tertentu yang mereka peruntukkan bagi orang-orang yang butuh yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa tetapi enggan dan malu meminta dan juga orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari pembalasan, sehingga mempersiapkan bekal.
Sementara ulama memahami makna baqqun ma’lum atau hak tertentu dalam arti zakat, karena zakat adalah kewajiban yang telah tertentu kadarnya. Ulama lain memahaminya dalam arti kewajiban yang ditetapkan sendiri oleh yang bersangkutan selain zakat dan yang mereka berikan secara suka rela dan jumlah tertentu kepada fakir miskin. Ini karena ayat di atas dikemukakan dalam konteks pujian, dan tentu saja pendapat kedua ini lebih menonjol sifat terpujinya.
e.       Surat At-Taubah ayat 103
Amwal (At-Taubah 103)
Amwal merupakan bentuk jama’ dari mal yang berarti harta benda. Amwal dalam ayat ini terkait harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat yang dikeluarkan dari amwal biasanya zakat al-mal atau zakat al-amwal. Amwal itu sendiri dapat berbentuk an-naqdain (emas dan perak) az-zuru’ (tanaman), as-simar (buah-buahan), at-tijarah (perdagangan atau niaga), ar-rikaz (barang temuan simpanan, atau harta karun), dan al-ma’adin (barang tambang).
Perintah Allah pada permulaan ayat ini ditunjukkan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai sedekah atau zakat. Ini untuk menjadi bukti kebenaran tobat mereka karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya (malas) mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari sifat “cinta harta” yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dan sebagainya. Oleh karena itu, Rasul mengutus para sahabat untuk menarik zakat dari kaum Muslimin.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa penuaian zakat berarti membersihkan harta benda yang tinggal, sebab pada harta benda seseorang terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka harta tersebut menjadi bersih dari hak orang lain. Orang yang mengeluarkan zakat terbebas dari sifat kikir dan tamak. Menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada sisa harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.
Perlu diketahui, walaupun perintah Allah dalam ayat ini pada lahirnya ditunjukkan kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun hukumnya juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat muslim, untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini yaitu untuk memungut zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, dan juga kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat, agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat. Doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah benar-benar telah menerima tobat mereka.
اجرك الله فيما اعطيت وبارك لك فيما ابقيت
Semoga Allah memberi pahala terhadap apa-apa yang kamu berikan, dan memberkahi apa yang tinggalkan.
Pada akhirnya ayat ini diterangkan bahwa Allah Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya yang bertobat, Allah Maha Memgetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya, seperti rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuat.

Kaitanya dengan Tema :
Ayat diatas menunjukkan bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan, dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut, sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya, sebagai hukuman Allah SWT terhadap pemiliknya. Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah SWT dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum Muslimin, untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya.
Dengan demikian, maka distribusi di dalam zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
E.  MUNASABAH
1.    QS. Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS. Al-Ma’arij : 24-25
Munasabah keempat surat diatas ialah di dalam harta yang kita miliki itu ada hak-hak orang lain baik ia meminta atupun tidak. Dan itu semua dapat menjadikan kita lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena hanya Dialah tempat kita mengadu, meminta pertolongan dan banyak hal lainnya. Kita ketahui bersama bahwa Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang kita lakukan. Apabila kita berbuat baik maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Apabila kita berbuat keburukan maka Allah akan memberikan ganjaran yang setimpal dengan apa yang telah kita kerjakan. Namun jika kita telah berbuat kebathilan dan kita ingin bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak akan melakukan perbuatan itu lagi maka insya Allah, Allah akan menerima tobat kita karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan bersedekah adalah taubat yang berkaitan dengan harta, sedangkan tobat yang tulus adalah sedekah dalam bentuk amal dan kegiatan nyata. Kegiatan nyata, antara lain membayar zakat dan bersedekah. Dan Allah juga telah mengatur bagaimana kita dalam mentalaq seorang istri dan kita 
2.    Munasabah surat QS. Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS. Al-Ma’arij : 24-25, at-thalaq ayat 7 dengan Distribusi Dalam Islam
            Islam membolehkan adanya harta pribadi dan hasil usaha pribadi dan bukan seperti Negara totaliter yang menguasai semua kekayaan dan memperlakukan rakyatnya seperti mesin tanpa perasaaan dan belas kasihan. Paham komunis memaksa setiap orang untuk menganut ideology yang sama. Ajaran Islam penuh dengan esensi moral dan keadilan social yang akan menjadi patokan umum antara orang Islam dan non Islam. Masyarakat bebas menyakini apa yang mereka sukai dan bekerja sesuai keingingan sepanjang pekerjaan mereka tidak mengandung norma-norma yang tidak bermoral dan anti social. Setiap orang diwajibkan mencari nafkah dengan kerja keras dan kejujuran untuk kepuasan dari apa yang diinginkan lalu membelanjakan dari kelebihan yang dimiliki untuk memenuhi kebuthan-kebutuhan orang miskin yang melarat yang ada pada masyarakat. Dengan kata lain, orang-orang islam diharapkan menyumbangkan kekayaan mereka dengan ikhlas sehingga kebutuhan kaum dhuafa itu dapat terpenuhi. Prinsip infaq tidak meminta seseorang untuk melupakan hak milik pribadinya tapi sekedar mengingatkan seseorang untuk menafkahkan hartanya sesuai kebutuhannya. 





BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Pengertian distribusi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dsb.
Surat Al-Hasyr ayat 22
Ayat ini menjelaskan bahwa Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, dan setiap orang yang menyembah selain Dia seperti tumbuh-tumbuhan, batu, berhala, atau raja adalah batal. Allah Maha mengetahui segala sesuatu yang tampak di jagat raya baik yang tampak maupun tidak tampak, serta tidak ada satu yang di langit dan di bumi ini yang lepas dari pengetahuan Tuhan. Allah memiliki Rahmat yang amat luas yang menjangkau seluruh Ciptaan-Nya. Allah Maha Pengasih di dunia dan akhirat serta pada keduanya.
Surat Adz-Dzariyaat ayat 19
Ayat ini menerangkan bahwa disamping mereka melaksanakan sholat wajib dan sunnah, mereka juga selalu megeluarkan infaq fi sabilillah deangan cara mengeluarkan zakat atau sumbangan derma atau songkongan sukarela karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian karena merasa malu untuk meminta.
Surat Ath- Thalaq ayat 7
Ayat di atas menjelaskan prinsip umum yang mencakup penyusunan dan sebagainya sekaligus menengahi kedua pihak dengn menyatakan bahwa :Hendaklah yang lapang yakni mampu dan memiliki banyak rezeki memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari yakni sebatas kadar kemampuannya dan dengan demikian hendaknya ia memberi sehingga anak dan istrinya itu memiliki pula kelapangan dan keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya yakni terbatas penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Jangan sampai dia memaksakan diri untuk nafkah itu dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah.
Surat Al-Ma’arij ayat 24-25
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa: dan orang-orang dalam harta mereka ada hak yakni bagian tertentu yang mereka peruntukkan bagi orang-orang yang butuh yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa tetapi enggan dan malu meminta dan juga orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari pembalasan, sehingga mempersiapkan bekal.
Surat At-Taubah ayat 103
Ayat diatas menunjukkan bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan, dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut, sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya, sebagai hukuman Allah SWT terhadap pemiliknya.
B.  Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak  yang ikut adil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Sebagai penutup, semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak lebih-lebih bapak dosen pengampuh yang telah memberi semangat pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002.
Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Juz II, Lentera Hati, Jakarta : 2002.
Muhammad Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul majid An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Mushthafa Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang: 1989.
Shaleh Q,A Dahlan, Asbabun Nuzul edisi kedua, CV Penerbit Diponogoro, Bandung: 2000.






[1] Kamus besar bahasa indonesia online, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
[3] A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2002), hal. 775.
[4] A. Mudjab Mahali, Op Cit., hal. 485.
[5] Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan,(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 61.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan , Kesan dan keserasian al-Qur’an, Juz II, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 135.
[7] H.M. Quraish Shihab Op. Cit. hlm. 134.
[8] Shihab, Quraish, tafsir al-misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 333
[9] Ar-rifa’i nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Kastir, jilid 4 (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 471
[10] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati : 2002), hal. 303.

 
Sebuah perjalanan yang harus dihadapi, meskipun bijak tapi sama saja munafiq nya. semua tak akan pernah berhenti, Berjuang dan berjuang.... Mimpi Besarrr ku...