Contoh Tulisan Berjalan

Friends

Friends

Sabtu, 27 April 2013

Makalah Al-kindi


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Al-Kindī (185-260 H) dikenal sebagai filosof muslim yang berusaha mengkompromikan antara teori filsafat dan agama dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang benar. Ia dikenal sebagai filosof yang pertama kali membwa sistem pemikiran yang berdasarkan logika filsafat Yunani. Tujuan filsafatnya adalah mencari yang benar. Mencari yang benar itu menurut al-Kindī tidak lain sama halnya dengan yang dipraktikkan dalam mempelajari agama. Kajian tentang sesuatu yang benar abolut ini bagi al-Kindī adalah pengkajian konsep Tuhan.
Konsep ketuhanan al-Kindī dibangun atas dasar metafisika. Hal ini yang membedakan dengan filosof Yunani,  Aristoteles. Dalam beberapa hal, doktrin-doktrin filosofisnya dan segi peritilahan, al-Kindī mengadopsi dari Aristoteles, akan tetapi hal tersebut tidak diambil secara penuh oleh al-Kindī, akan tetapi diadapsi dan disaring sehingga hasil ijtihadnya berbeda dari sumber asalnya.
Maka, konsep-konsep yang lainnya yang diturunkan dari konsep Tuhan akan hadir dalam bentuk berbeda pula. Filsafat al-Kindī memiliki kekhasan sendiri, produk ijtihadnya akan membedakan baik dengan Aristoteles maupun filosof muslim setelahnya. Bahkan filasafat al-Kindī memiliki corak sendiri. Orientasi Filsafat, tentang Keesaan Tuhan, teori penciptaan alam adalah diantara aspek yang berseberangan dengan filsafat Yunani.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Riwayat Hidup dan Pemikiran Islam Al-Kindi?
2.      Pemikiran yang bagaimana mengenai Agama dan Filsafat?
3.      Kosep yang bagaimana mengenai Pemikiran al-Kindi terhadap konsep Tuhan?

C.  Tujuan Masalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuannya adalah
1.      Untuk mengetahui Riwayat Hidup dan Pemikiran Islam Al-Kindi.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui pemikiran apa saja yang mengenai Agama dan Filsafat.
3.      Untuk mengetahui Pemikiran al-Kindi tentang Konsep Tuhan.


D.  Metode Penulisan
Metode Kepustakaan
Suatu metode yang sistematis dimana penyusun mencari berbagai sumber yang dapat di jadikan bahan yan bersifat mutlak dan bersifat real atau nyata.












BAB II
PEMBAHASAN
A.  Al-Kindi
1.    Al-Kindi dan Pemikiran Filsafatnya
Al-Kindi yang lahir dalam zaman Ma’mun sekitar tahun 185 H. Mengalami masa kebangkitan. Ia mengalami masa Ma’mun, masa Mu’tasim dan Ahmad anak Mu’tasim. Masa pemerintahan Rasyid tidak dapat diikutinya, karena ia pada waktu itu masih berumur lebih kurang dari sepuluh tahun. Nama sebenarnya adalah Ya’kub dan ayahnya Ishaq bin Sibbah dari suku Ibn Qais, salah satu keluarga yang ternama dan dihormati.[1]
Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq ibnu Sabbah ibnu Imran ibnu Ismail al-Ash’ats ibnu Qais al-Kindi (185/260 H - 801/873 M) adalah filsuf Muslim pertama. Ia berasal dari suku Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada tahun 873 M. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang mempelajari filsafat Aristoteles. Al-Kindi mendapat julukan Filosof Arab. Filsafat Aristoteles  telah mempengaruhi konsep Al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran terutama di bidang, sains dan psikologi. Beberapa karya filosof Yunani ia terjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Al-Kindi juga menterjemahkan literatur-literatur Yunani, seperti Metaphysica, Poetica and Hermeneutica karya Aristoteles, Geography karya Ptolemy, dan Isagoge buah tangan Prophyry. Al-Kindi juga memberi komentar buku-buku Aristoteles, seperti Analytica Posteriora, Sophistica Elenchi, dan the Categories.
Al-Kindi mengalami kemajuan pikiran islam dan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, bahkan ia termasuk pelopornya. Bermacam-macam ilmu telah dikajinya, terutama filsafat, dalam suasana yang penuh pertentangan agama dam mazhab, dan dibanjiri oleh paham golongan Mu’tazilah serta ajaran-ajaran Syi’ah.[2]
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861). [3]
Al-Kindi dikenang sebagai filsuf Muslim Arab pertama yang merintis jalan bagi penetrasi filsafat ke dunia Islam. Ia juga merupakan filsuf Arab keturunan raja Yaman di Kindah, sedangkan mayoritas filsuf berasal dari persia, Turki atau Berber. Keseluruhan karya al-Kindi mencapai 270 buah, namun sebagian dinyatakan raib. Ibnu al-Nadim dan al-Qifti mengklasifikasikan karya-karyanya ke dalam 17 bidang, meliputi filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialetika, psikologi, politik, metereologi, dimensi, benda-benda pertama, logam, dan kimia.[4] Akan tetapi sebagian besar karangannya tidak sampai kepada kita. Karya-karya al-Kindī tidak hanya satu aspek, akan tetapi meliputi filsafat, logika, musik, aritmatika. Karya-karya itu kebanyakan karangan pendek.
Al-Kindī mengawali aktivitas intelektualnya di dua kota besar Irak, Kufah dan Basrah. Ia menghafal al-Qur’an, mempelajari tata bahasa Arab, sastra, matematika, fikih, ilmu kalam. Ia tertarik dengan ilmu filsafat setelah pindah ke Baghdad. Karya-karya filsafat Yunani ia kuasai setelah ia menguasai bahasa tersebut. Ia juga memperbaiki karya terjemahan bahasa Arab seperti, Enneads-nya Plotinus oleh al-Hims. Kegiatan filsafat Al-Kindi yang berpusat di sekitar gerakan penerjemahan yang sudah dimulai dan didukung oleh khalifah Abbasiyah, yaitu al-Mu’taşim. Tampaknya sang Khalifah menjadi mediator antara penerjemah dan para ahli yang benar-benar melakukan menerjemahkan, banyak dari mereka adalah orang Kristen Suriah atau dari Suriah. Tulisannya sendiri bisa dianggap sebagai sebuah perkenalan yang berkelanjutan dimaksudkan untuk mengenalkan pemikiran Yunani untuk abad kesembilan kepada kaum muslim kontemporer.
Intelektualitas al-Kindī termasuk diakui tidak hanya dunia timur, akan tetapi Barat juga mengapresiasi karyanya. Beberapa karangannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Geran. Karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin ini mempengaruhi tradisi keilmuan Eropa pada abad pertengahan. Beberapa karya al-Kindī baik yang ditulis sendiri atau oleh orang lain adalah; Kitab Kimiya’ al-‘Ithr, Kitab fi Isti’māl al-‘Adad al-Hindī, Risālah fī al-Illah al-Failai al-Madd wa al-Fazr, Kitāb al-Şu’aat, The Medical Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, al-Kindi’s Metaphysics: a Translation fo Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First Philosophy”.
2.    Agama dan Filsafat
Konsep filsafat pertama al-Kindi menyatakan: “Yang paling luhur dan mulia diantara segala seni manusia adalah filsafat yang bertujuan menyingkap hakikat kebenaran, dan bertindak sebagai kebenaran itu sendiri.”
Menurut al-Kindi, filsafat harus diterima sebagai bagian dari peradaban Islam. Ia mengaku konsep filsafatnya berasal dari Aristotelianisme dan Neo-Platonisme, namun dengan kemasan Islam. Al-Kindi terkesan dengan ajaran Socrates, Plato, Aristoteles dan segenap komentatornya, terutama Alexander Aphrodisias. Ia mendamaikan Hellenis dengan Islam, dan membangun pondasi filsafat Islam. Baginya, kebenaran filsafat dan agama tidaklah bertentangan, karena keduanya datang dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Karena itu, upaya al-Kindi dengan filsafat yang dikonstruksinya berpretensi memadukan antara keduanya.[5]
Al-Kindi menegaskan juga filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa dari suatu kebenaran, yaitu filsafat pertama. Filosof yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini pengetahuan tentang kausa (illat) lebih utama dari pengetahuan akibat (ma’lul, effact). Orang akan mengetahui tentang realitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi kausanya.
3.    Pemikiran al-Kindī Tentang Konsep Tuhan
Tuhan menurut Al-Kindi adalah pencipta alam, bukan penggerak pertama. Tuhan itu Esa, Azali, ia unik. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk, tidak bertubuh. Ia hanyalah keEsaan belaka, selain Tuhan semuanya mengandung arti banyak. Pembahasan utama filasfatnya adalah tentang konsep ketuhanan. Karena filsafat menurutnya, adalah menyelidiki kebenaran, maka filafat pertamanya adalah pengetahuan tentang Allah. Allah adalah Kebenaran Pertama (al-Haqq al-Awwal), Yang Benar Tunggal (al-Haqq al-Wāhid) dan penyebab semua kebenaran. Dengan demikian corak filsafat al-Kindī adalah teistik, semua kajian tentang teori-teori kefilsafatannya mengandung pendekatan yang teistik. Untuk itu, sebelum memulai kajian tentang teori filsafat, ia membahas filsafat metafisika, dan konsep Tuhan.
Argumentasi kosmologis tampaknya mendominasi pemikiran al-Kindī dalam menjelaskan ketuhanan. Bagi al-Kindī, Allah adalah Penyebab segalanya dan penyebab kebenaran. Untuk mengatakan bahwa Allah adalah penyebab segala kebenaran adalah sama saja dengan mengatakan bahwa Allah adalah penyebab dari semua ini. Sebab dari segala sebab itu adalah Allah. Sebab itu hanya satu, tidak mungkin banyak. Alam semesta berjalan secara teratur atas dasar sebab Dzat yang Satu. Sehingga konsep sentral dalam teologi Filsafat Pertamanya adalah tentang keesaan. Teologi filsafat al-Kindī memiliki dua aspek utama; pertama, membuktikan harus ada yang Satu yang Benar (the true one), yang merupakan penyebab dari segala sesuatu dan mendiskusikan kebenaran the True One ini.
Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti aniyah atau mahiyah, karena Ia bukan termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam. Tuhan juga tidak mempunyai bentuk mahiyah karena Tuhan tidak termasuk genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang srupa dengan Tuhan. Ia Dzat yang unik, yang lain bisa mengandung arti banyak.
Penjelasan Allah yang dibawa oleh Nabi melalui media yang dinamakan wahyu. Al-Kindī, secara jelas meyakini bahwa rasio manusia memiliki sisi kelemahan. Karena kelemahan itulah, tidak semua pengetahuan tidak bisa ditangkap oleh akal. Maka untuk membantu pemahaman yang tidak bisa dijelaskan akal maka, manusia perlu dibimbing oleh wahyu. Hanya saja, dalam aspek penjelasan sifat-sifat Tuhan, al-Kindī  masih terpengaruh oleh Mu’tazilah dan Aristoteles. Hal itu misalnya, dilihat dari penjelasannya bahwa sifat-sifat Tuhan diungkapkan dengan bentuk kalimat negatif, yaitu dengan ungkapan “tidak” atau “bukan”. Bawa Tuhan itu tidak seperti manusia.
Tidak seperti Aristoteles, al-Kindī mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta, bukan penggerak Pertama. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk, tidak bertubuh. Tuhan adalah Penyebab dari segala sebab. Setelah melakukan sebab itu, Tuhan tetap melakukan sesuatu (‘Illah al-Fā’ilah). Disini Tuhan tidak diposisikan seperti konsep Aristoteles, yang mengatakan Tuhan tidak bergerak, sehingga ia tidak melakukan sesuatu apapun setelah emanasi. Sehingga Tuhan dalam pemahaman Aristoteles tidak memahami yang partikular. Berbeda dengan al-Kindī, menurutnya Tuhan tetap melakukan sesuatu.
Al-Kindī menyebut, Tuhan yang seperti ini dinamakan agen yang benar. Dia menjadi penyebab dan bertindak aktif. Tuhan adalah pelaku yang sebenarnya, sedangkan yang lain adalah pelaku yang metaforis (agen kiasan). Karena, keduanya bertindak dan ditindaklanjuti. Berkaitan dengan teori penciptakan, al-Kindī memiliki keunikan tersendiri. Ia membagi alam menjadi dua, alam atas dan alam bahwah. Secara general, wujud alam tersebut disebabkan oleh Penyebab Pertama, yaitu Tuhan.
Mustafa Abdurraziq juga menjunjung Al-Kindi sebagai ahli filsafat yang pertama karena tiga hal, pertama Al-Kindi mula-mula membagi falsafat dalam tiga ilmu, yaitu ilmu ketuhanan, ilmu pasti, dan ilmu alam, ketiga-tiganya adalah merupakan dasar falsafat Islam, kedua bahwa Al-Kindilah yang mula-mula membuka jalan kearah falsafat Islam dengan memperteukan dua pendapat yang berbeda antara Plato dan Aristoteles, sehingga dengan demikian bertemulah agama dengan falsafat, dan ketiga bahwa Al-Kindi adalah seorang Arab Islam yang mula-mula merintis membuka ilmu falsafat ini, sehingga ilmu itu tersiar di anatara orang Arab dan dalam kalangan Islam.
Dengan demikian hampir semua orang menamakan Al-Kindi filosof Islam pada waktu hidupnya, sampai lahirlah Farabi menutupi kemasyhurannya, dan namanya tidak disebut lagi. Farabi masyhur karena karangan-karangan Al-Kindi, Farabi digelarkan ‘Guru yang ke dua” karena ia mengupas falsafat yang kedua lebih mendalam dan lebih tegas, yang oleh Al-Kindi baru hanya disinggung-singgung dan yang oleh Aristoteles baru digugat-gugat, sehingga dengan demikian Farabi beroleh gelar di samping Aristoteles sebagai guru pertama, guru kedua dalam ilmu falsafat.[6]







BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Al-Kindi yang lahir dalam zaman Ma’mun sekitar tahun 185 H. Mengalami masa kebangkitan. Ia mengalami masa Ma’mun, masa Mu’tasim dan Ahmad anak Mu’tasim. Masa pemerintahan Rasyid tidak dapat diikutinya, karena ia pada waktu itu masih berumur lebih kurang dari sepuluh tahun. Nama sebenarnya adalah Ya’kub dan ayahnya Ishaq bin Sibbah dari suku Ibn Qais, salah satu keluarga yang ternama dan dihormati.
Intelektualitas al-Kindī termasuk diakui tidak hanya dunia timur, akan tetapi Barat juga mengapresiasi karyanya. Beberapa karangannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Geran. Karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin ini mempengaruhi tradisi keilmuan Eropa pada abad pertengahan. Beberapa karya al-Kindī baik yang ditulis sendiri atau oleh orang lain adalah; Kitab Kimiya’ al-‘Ithr, Kitab fi Isti’māl al-‘Adad al-Hindī, Risālah fī al-Illah al-Failai al-Madd wa al-Fazr, Kitāb al-Şu’aat, The Medical Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, al-Kindi’s Metaphysics: a Translation fo Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First Philosophy”.
Menurut al-Kindī filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang yang benar. Konsepsi filsafat al-Kindī secara umum memusatkan pada penjelasan tentang metafisika dan studi tentang kebenaran. Pencapaian kebenaran menurut al-Kindī adalah dengan filsafat. Oleh sebab itu, ilmu filsafat menurut al-Kindī adalah ilmu yang paling mulya.
Tuhan menurut Al-Kindi adalah pencipta alam, bukan penggerak pertama. Tuhan itu Esa, Azali, ia unik. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk, tidak bertubuh. Ia hanyalah keEsaan belaka, selain Tuhan semuanya mengandung arti banyak. Pembahasan utama filasfatnya adalah tentang konsep ketuhanan. Karena filsafat menurutnya, adalah menyelidiki kebenaran, maka filafat pertamanya adalah pengetahuan tentang Allah. Allah adalah Kebenaran Pertama (al-Haqq al-Awwal), Yang Benar Tunggal (al-Haqq al-Wāhid) dan penyebab semua kebenaran.
B.  Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak  yang ikut adil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Sebagai penutup, semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak lebih-lebih bapak dosen pengampuh yang telah memberi semangat pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

















DAFTAR PUSTAKA


Aceh, Aboebakar, sejarah Filsafat Islam, Solo: Ramadhani, 1968.
Drajat, Amroeni, Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1968.
Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.





[1] Aboebakar Aceh, sejarah Filsafat Islam, (Solo: Ramadhani, 1968) , hal. 39.

[2] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), hal. 107.
[3] Ibrahim Madkour,  Aliran dan Teori Filsafat Islam, (yogyakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 229.
[4] Amroeni Drajat, Filsafat Islam, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hal. 9-10.
[5] Amroeni Drajat, op., cit. hal. 11-12.
[6] Aboebakar Aceh, op., cit. hal. 47.

1 komentar:

 
Sebuah perjalanan yang harus dihadapi, meskipun bijak tapi sama saja munafiq nya. semua tak akan pernah berhenti, Berjuang dan berjuang.... Mimpi Besarrr ku...