Syarah Hadis
Di dalam penawaran jual beli terutama pada konvensional merupakan suatu proses yang
tidak dapat dihindarkan. Hal itu dapat disebabkan adanya dua kepentingan yang
saling bertolak belakang. Pihak penjual, tentu saja menginginkan untuk dapat
menjual barangnya dengan harga yang tinggi. Sedangkan disuatu sisi lain, pihak
pembeli tentu saja menginginkan dapat membeli barang dengan harga yang rendah.
Dalam hadis di atas, ada etika yang harus
diperhatikan oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi. Larangan
membeli atas penjualan orang lain atau menawar atas tawaran orang lain bukan
hanya ditujukan kepada pihak pembeli, tetapi juga pada penjual.
Adapun menawar barang yang masih ditawar orang lain, yakni
seperti dua pihak yang melakukan transaksi jual beli lalu sama-sama sepakat
pada satu harga tertentu, lalu datang pembeli lain yang menawar barang yang
menjadi objek transaksi mereka dengan harga lebih mahal, atau dengan harga yang
sama, hanya saja karena ia orang yang berkedudukan, maka si penjual lebih
cenderung menjual kepada orang itu, karena melihat kedudukan orang kedua
tersebut. Kalau kedua orang itu saling tawar menawar, lalu terlihat indikasi
bahwa keduanya tidak bisa menyepakati satu harga, tidak diharamkan untuk
menawar barang transaksi mereka. Namun kalau belum kelihatan apakah mereka
telah memiliki kesepakatan harga atau tidak, penawaran dari pihak pembeli lain
untuk sementara ditahan.
Adapun gambaran menawar sesuatu yang sedang dalam tawaran
orang lain adalah dengan mengatakan
kepada orang yang sedang menawar, ”Kembalikan barang itu, aku akan menjual
kepadamu barang yang lebih baik darinya dengan harga serupa, atau barang yang
sepertinya dengan harga lebih murah.” Atau ia berkata kepada pemilik barang
”Ambil kembali barangmu, aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih baik.” Larangan tersebut berlaku pada saat
harga telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Bagi penjual, praktek yang melanggar etika
penawaran tersebut dapat berbentuk menawarkan dagangan dengan harga yang lebih
rendah terhadap pada calon pembeli yang sedang proses tawar menawar dengan
penjual lain. Praktek tersebut juga dapat berbentuk menawarkan barang yang
kualitasnya lebih baik dengan harga yang sama kepada calon pembeli yang sedang
proses tawar menawar atau pada masa khiyar dengan penjual lain.
Penawaran tersebut tentu saja bertujuan untuk
mengalihkan calon pembeli agar membeli barang degangannya dengan meninggalkan
penjual sebelumnya. Cara yang seperti ini dilarang karena sangat tidak etis
ketika ada pihak yang merebut calon pembeli dengan cara yang tidak etis.
Larangan dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa
dalam transaksi jual beli tidak dibenarkan persaingan tidak sehat antara para
calon pembeli. Karenanya, hal tersebut mendapatkan perhatian yang sangat serius
dari Rasulullah Saw. Pembeli hanya dibolehkan melakukan penawaran terhadap
barang yang tidak sedang ditawar orang lain. Meskipun pembeli sangat tertarik
terhadap barang yang sedang ditawar orang lain tersebut.
Lebih jelasnya, praktik penawaran
sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori:
Pertama, bila terdapat pernyataan
eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan
bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seijin penawar yang disetujui
tawarannya.
Kedua: bila tidak ada indikasi
persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada larangan
syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama.
Kasus ini dianalogikan dari hadist Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada
Nabi, bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada
indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliu menawarkan
padanya untuk menikah dengan Usamah bin zaid.
Ketiga: bila ada indikasi persetujuan
dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara
eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar
orang lain.
Larangan dalam hadis ini memberikan jaminan
kepada pihak yang mungkin dalam posisi tidak menguntungkan, sehingga pihak yang
kuat sosial ekonominya tidak berlaku semena-mena terhadap orang yang sosial
ekonominya lemah.
Dalam hadis lain, di ujung hadis ada kebolehan
menawar barang yang tidak jadi di beli, jika jika penawar pertama telah
meninggalkan lokasi transaksi atau telah memberikan izin. Artinya,
ketidakbolehan tersebut ditujukan pada calon pembeli kedua, ketika melakukan
penawaran terhadap suatu barang yang sedang ditawar oleh calon pembeli pertama.
Bentuk penawaran yang dilarang adalah ketika calon pembeli kedua menyarankan
agar penjual membatalkan jual beli yang sedang dalam masa khiyar, dengan janji
ia akan membeli dengan harga yang lebih tinggi.
Adapun
adab saat tawar menawar :
1.
Niat Membeli (bila
tidak niat membeli jangan menawar dan membatalkan kesepakatan harga) tindakan
membatalkan kesepakatan itu kurang beradab, mengecewakan dan
bisa menyakiti hati
penjual, padahal si sudah
sepakat walaupun untungnya jadi nggak seberapa, karena penjual sudah
capek capek nego, ngabisin waktu, rugi keuangan malah ditambah rugi
kekesalan karena pembeli
bertindak hanya main-main dan
menipu kesepakatan.
2.
Bila Sudah Deal/OK Harus Beli,
agar penjual tidak kecewa/sakit hati
3. Jangan Menawar barang yang sedang
ditawar orang
Jangan
kamu saling dengki dan iri dan jangan pula mengungkit keburukan orang lain.
Jangan saling benci dan jangan saling bermusuhan serta
jangan saling menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya
dengan tidak menzhaliminya, tidak mengecewakannya, tidak membohonginya dan
tidak merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi Saw menunjuk ke dada beliau
sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila merendahkan
saudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta,
dan menodai kehormatan muslim lainnya. (HR. Muslim)
4. Penjual Jangan terlalu memuji
dagangannya
Pembeli jangan Mencela dagangan
Penawaran terhadap tawaran orang lain juga
dapat terjadi pada penjual. Ketika penjual sedang tawar menawar dengan calon
pembeli A, kemudian pedagang lain menawarkan kepada A tersebut barang yang sama
dengan harga yang lebih murah, atau harga yang sama dengan yang lebih baik
kualitasnya.
Larangan ini dapat mengantisipasi terjadinya
pertengkaran atau permusuhan antara sesama penjual. Hal itulah yang dijaga oleh
Islam, sehingga transaksi yang akan terjadi sumber pertengkaran antara pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi. Apalagi bagi penjual, permusuhan sesama penjual
akan mempengaruhi kinerja masing-masing. Jangankan untuk memikirkan kemajuan
usahanya, permusuhan tersebut akan menimbulkan hal-hal merugikan lainnya.
Apabila terjadi jual beli dengan proses
penawaran yang dilarang ini, maka terdapat perbedaan pendapat tentang hukum
jual beli, yaitu:
1.
Menurut jumhur, jual beliny
sah tapi berdosa.
2.
Menurut Hanafiyah dan
Malikiyah dalam satu riwayat mereka dan Ibn Hazm menyatakan bahwa jual belinya
tidak sah
Terjadi perbedaan pendapat tersebut mungkin
disebabkan oleh karena sah atau tidaknya jual beli biasanya dilihat dari
lengkap atau tidaknya syarat rukun jual beli. Bagi fuqaha yang menyatakan bahwa
jaul belinya sah tapi berdosa, maka fokusnya adalah terpenuhi syarat rukun jual
beli tersebut. Akan tetapi yang mengatakan hukum jual belinya tidak sah, karena
menganggap salah satu unsur dalam hadis tidak sempurna.
Persaingan yang sehat menjadi prioritas utama
dalam hadis ini. hal itu terlihat dari aturan mengenai penawaran dalam proses
jual beli. Dalam penawaran ada hal yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak
yang melakukan transaksi jual beli yaitu:
1.
Calon pembeli dilarang
menawar barang yang sedang ditawar seseorang dengan penawaran yang lebih tinggi
2.
Penjual dilarang menawarkan
barang kepada calon pembeli yang sedang menawar barang pedagang lain, dengan memberikan penawaran yang lebih rendah
atau dengan memberikan penawaran yang sama terhadap barang yang dinyatakan
memiliki kualitas lebih baik.
3.
Ada aturan yang sangat jelas
untuk melakukan persaingan yang sehat dengan tidak mengecawakan apalagi
merugikan orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar